Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan tidak ada pertentangan antara nasionalisme dan Islam. Wakil sekjen PBNU Sulthonul Huda menerangkan keduanya malah saling menguatkan untuk kemajuan bangsa.
Hal tersebut disampaikan Sulthonul di acara diskusi Forum Merdekat Barat bertema 'Merawat Keberagaman Menangkal Terorisme dan Radikalisme' di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta, Rabu (30/5).
"NU berdiri karena Indonesia, seperti disinyalir oleh pendiri NU KH Hasyim Asy'ari yang menyatakan agama dan nasionalisme adalah dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme adalah bagian agama, dan keduanya saling menguatkan," kata Sulthonul.
Lebih lanjut, dia menjelaskan paham radikalisme banyak berkembang di Timur Tengah. Sebab, ia mengatakan, sebagian negara di Timur Tengah dibentuk atas kepentingan negara imperialis.
"Negara-negara Islam di Timur Tengah dibentuk dari kepentingan negara-negara imperialis Barat, seperti Inggris dan Prancis," ujarnya.
Kondisi tersebut berbeda dengan sejarah kemerdekaan Indonesia yang sama-sama berjuang membebaskan diri dari penjajahan. "Berbeda dengan pembentukan negara Indonesia, di mana kelompok Islam dan nasionalis berjuang membebaskan diri dari penjajahan kolonial Barat," jelasnya.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kekompakan tersebut dijaga. Terlebih Indonesia memang merupakan negara yang kaya akan keberagaman.
********
SIARAN PERS NO. 59/HM/KOMINFO/05/2017
tentang
Forum Merdeka Barat 9 “Memperteguh Keindonesiaan”
Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Rabu (17/5), kembali menyelenggarakan Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Gedung Stovia, Jakarta. Acara yang dibuka oleh Menkominfo Rudiantara ini mengambil tema "Memperteguh KeIndonesian", dengan menghadirkan narasumber Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Wiranto; dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Tujuan acara tersebut adalah untuk meningkatkan pengetahuan, memahami, dan mengamalkan empat konsensus Nasional guna meneguhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menko Polhukam Wiranto menyampaikan, empat konsensus yang dilahirkan para pejuang di masa lalu mengadopsi nilai-nilai agama. "Keberhasilan tokoh-tokoh agama dahulu adalah berhasil memasukan roh keagamaan dalam butir-butir dalam Pancasila," urainya.
Senada dengan Wiranto, Menag Lukman Hakim menyatakan bahwa Indonesia dikenal sebagai masyarakat agamais-religius yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Hal ini disadari oleh Soekarno, sehingga Pancasila merupakan rumusan untuk mewujudkan nilai-nilai agama dalam konteks kehidupan bernegara.
"Butir Pancasila merupakan hakekat nilai keagamaan, sehingga tidak ada alasan untuk membenturkan Pancasila dengan agama," tandas Menag.
Dalam diskusi yang dihadiri 51 wartawan media cetak, elektronik, dan media online tersebut, Wiranto juga mengemukakan bahwa fungsi kelembagaan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) sangat penting untuk mengembalikan fungsi bela negara. "Bela negara bukan diartikan ikut berperang tetapi mengarahkan, membimbing masyarakat untuk memiliki rasa kewajiban membela negara dalam konteks sesuai kompetensi individu," imbuhnya.
Menutup diskusi, Menag menuturkan bahwa NKRI merupakan bentuk final dalam konteks keagamaan, yaitu sebagai sebuah medium tempat terimplementasikan dan teramalkannya nikai-nilai agama. "Karena ada kewajiban menjaga kedamaian. Kemajemukan adalah kehendak Allah, sehingga perlu sesuatu yang bisa menyatukan yaitu Bhinneka Tunggal Ika," pungkasnya.
Jakarta, 18 Mei 2017
BIRO HUMAS
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
kumparan.com dan berbagai sumber