,

Mantan Napi Korupsi Nyaleg, Ini Tanggapan Sufi

Kiai Lukman menanggapi adanya wacana Komis Pemilihan Umum melarang mantan napi koruspi untuk menjadi calon legislatif pada Pemilu 2019.

Mantan Napi Korupsi Nyaleg, Ini Tanggapan Sufi
Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat, KH Lukman Hakim mengatakan mantan narapidana korupsi harus melakukan taubatan nasuha dan pengakuan di hadapan publik jika ingin mencalonkan diri menjadi pejabat pemerintah maupun jabatan publik lainnya.

Penegasan ini disampaikan Kiai Lukman menanggapi adanya wacana Komis Pemilihan Umum melarang mantan napi koruspi untuk menjadi calon legislatif pada Pemilu 2019.

“Harus melalui mekanisme taubatan nasuha para mantan napi, serta permohonan maaf kepada publik,” kata Kiai Lukman, Selasa (24/7) sore.

Ia mencontohkan pada zaman Nabi di mana orang-orang jahiliah yang hendak masuk Islam juga melakukan pengakuan di hadapan Nabi dan para sahabat. Pengakuan, permohonan maaf serta taubat nasuha itu pun harus dilakukan secara tulus, tidak sekadar basa-basi.

Direktur Sufi Center ini juga menekankan dalam soal napi koruptor yang mencalonkan diri menjadi pejabat pemerintah, bukan hanya dilihat dari sisi Undang-Undang, tetapi moral napi koruptor di hadapan masyarakat. Menurtunya pengakuan dan permohonan maaf dilakukan bukan hanya oleh napi korupsi, melainkan napi kejahatan lainnya.

Dilihat dari sisi tasawuf, menurutnya fenomena napi korupsi yang mencalonkan diri menjadi pejabat, sebenarnya lebih pada hubungan pribadi orang bersangkutan dengan Tuhan. “Tentu dahulukan dulu dia terbukti atau tidak (melakukan korupsi dan pidana lainnya). Lalu (kalau terbukti) adakah dia melakukan permintaan maaf. Ini harus dilakukan karena dosa ke sesama manusia harus diselesaikan,” paparnya.

Ia memandang pengakuan dan permintaan maaf yang tulus sebagai momentum yang bisa dilakukan pemerintah untuk perbaikan moral mantan napi agar diterima kembali oleh publik. Namun, adanya mantan napi yang mencalonkan diri jadi pejabat publik, artinya masih punya ambisi.

Hal ini menjadi catatan khusus, mengingat orang yang telah melakukan dosa atau kesalahan mestinya melakukan penyucian diri dan hati salah satunya dengan cara menghindarkan diri dari persoalan nafsu dan ambisi.

www.nu.or.id | Kendi Setiawan