Berpengetahuan Bukan Jaminan Berakhlak Baik

Gelaran Ngaji NgAllah Suluk Maleman ada yang berbeda pada Sabtu (18/8) malam hingga Ahad (19/8) dini hari. Dalam edisi ke 80 ini, Suluk Maleman menampilkan Ngaji Ihya Ulumuddin bersama KH Ulil Abshar Abdalla. Acara berlangsung di Rumah Adab Indonesia Mulia

Berpengetahuan Bukan Jaminan Berakhlak Baik
Dalam ngaji itu para peserta diajak untuk mendalami seluk beluk terkait akhlak. Menurut Gus Ulil, akhlak itu salah satu hal penting dan esensial dalam beragama. Bahkan dia menegaskan bahwa tujuan akhir dalam beribadah maupun beragama pada dasarnya adalah lahirnya akhlak yang baik.

“Padahal seringkali saat ini beragama lebih banyak dianggap ritual atau ibadah fisiknya saja. Sementara dimensi akhlak dilupakan,” ujar Gus Ulil.

Meski sedikit yang mengakuinya, namun Gus Ulil melihat ada banyak indikasi yang menunjukkannya. Seperti kecenderungan semakin religiusnya seseorang, namun semakin tertutup kepada orang lain dan tindakan sosialnya menjadi kurang menyenangkan.

“Itu yang menjadi indikator akhlak masih dianggap sekunder. Padahal kalau tidak ada akhlak tentu tidak akan ada agama. Ibadah ritual seharusnya menjadi jalan menuju ke akhlak yang baik,” ujarnya.

Merujuk pada karya Imam Al Ghazali, Gus Ulil menyebutkan bahwa akhlak merupakan bentuk dari kondisi di dalam jiwa manusia yang permanen dan membuatnya menjadi condong untuk mudah berbuat sesuatu.

“Ada empat elemen yang membangun akhlak. Yakni tindakan, kemampuan bertindak, pengetahuan dan kondisi yang menetap,” ujarnya menjabarkan mengenai akhlak.

Keempat hal itu, dikatakannya saling melengkapi. Seperti tindakan saja belum bisa dijadikan tolak ukur dalam berakhlak. Hal itu dicontohkannya dengan saat seseorang memberi bantuan atau sedekah kepada orang lain.

“Jadi apakah orang yang memberi sedekah itu rutin atau tidak. Kalau pemberian sedekah itu rupanya dikarenakan ada kebutuhan tertentu misalkan saat pilkada atau pileg tentu tindakannya itu belum bisa dikatakan bahwa akhlaknya dermawan,” terangnya.

Begitu pula untuk kemampuan bertindak. Memiliki kemampuan saja belum bisa disebut akhlak jika belum dilakukan dengan tindakan. Kemampuan lebih kepada potensi yang akan muncul setelah ada tindakan yang dapat dilihat secara riil.

“Sedangkan elemen ketiga adalah pengetahuan. Dalam setiap akhlak sudah dipastikan seseorang mengetahui atau memiliki pengetahuan tentang baik dan buruknya. Namun pengetahuan tanpa tindakan juga tidak bisa disebut akhlak,” imbuhnya.

Dengan begitu KH Ulil menyebut jika orang berakhlak dipastikan akan memiliki pengetahuan namun orang berpengetahuan belum bisa dipastikan berakhlak baik. Bahkan orang yang memiliki banyak titel akademik belum tentu memiliki akhlak yang baik pula.

“Padahal cobaan di jaman modern sekarang ini pengetahuan jumlahnya tidak terhitung seperti ledakan gunung berapi. Namun banyaknya pengetahuan itu kadang-kadang membuat sejumlah orang kehabisan waktunya,” terangnya.

Gus Ulil menyebut lantaran terlalu banyak membaca pengetahuan tapi tidak punya waktu untuk menghayati pengetahuan, berefleksi maupun tindakan. Sehingga seringkali berpengetahuan tapi tidak berakhlak baik

“Dan yang paling penting adalah kondisi sifat permanen atau alamiah dari jiwa manusia untuk memunculkan kecondongan berbuat sesuatu. Apakah akhirnya dia memiliki akhlak yang dermawan atau kikir. Akhlak itulah yang nantinya akan menjadi gambaran jiwa,” terangnya.

Anis Sholeh Ba’asyin, penggagas Suluk Maleman menambahkan. akhlak yang baik dinlai menjadi penting terutama di era media sosial seperti sekarang ini. Era medsos sekarang ini membuat banyak orang menjadi kehilangan kiblat kepribadiannya.

“Sekarang orang merasa serba tahu di media sosial. Sehingga antara orang yang benar-benar tahu atau tidak menjadi tidak jelas. Sumber-sumber informasi juga dikacaukan hingga menjadikan orang-orang kehilangan kiblat,” tambahnya.

Padahal jika segala sesuatu dipotong sudut pandangnya akan melahirkan sesuatu yang keliru. Seperti dicontohkannya cerita seorang ayah dan anaknya dengan seekor kedelai yang selalu saja anggapan salah dari orang lain.

“Oleh karena itu sudah sebaiknya mulai sekarang ini kita mengembangkan sikap untuk tidak menghakimi siapapun kecuali sudah mengetahui hal yang pasti,” ujarnya.

Suluk Maleman dalam edisi Taubat Nusantara Menjaga Nalar Bangsa #2 itu pun turut meriah dengan penampilan pagelaran musik dari Wakijo lan Sedulur dari Semarang. Lantunan lagu-lagu sholawat mampu membuat ratusan peserta yang datang menjadi antusias. (Red: Kendi Setiawan)

Foto: Suasana Ngaji NgAllah Suluk Maleman “Kitab Taubat Dan Era Kekeruhan” di Rumah Adab Indonesia Mulia, Sabtu (18/8).

www.nu.or.id