Gerakan tagar #2019GantiPresiden mendapat penolakan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar karena dinilai lebih dominan unsur provokatif. Setelah Jabar, MUI dari daerah lain juga bersuara.
Gerakan tagar itu dianggap lebih mengarah ke aksi inkonstitusional dan bisa memicu konflik. Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar mencontohkan deklarasi #2019GantiPresiden di Batam pada Minggu (29/7) lalu yang mendapat reaksi keras.
"Gerakan ganti presiden dinilai lebih dominan unsur provokasi dan mengarah kepada aksi inkonstitusional dibandingkan dengan kegiatan yang menjunjung tinggi demokrasi," kata Rafani di kantor MUI Jabar, Jalan Martadinata, Kota Bandung, Rabu (1/8/2018).
Adapun Ketua MUI Banten AM Romly meminta kedua kubu pendukung capres menunda deklarasi dukungan terhadap jagoan masing-masing. Kedua kubu diimbau menunggu masa kampanye.
"Jadi saya sebagai pelayan para ulama mengkhawatirkan aksi dan reaksi nanti menimbulkan kegaduhan, apalagi pertentangan dalam masyarakat sebelum waktunya karena belum masuk kampanye, kan," katanya kepada wartawan seusai acara Sosialisasi Penanggulangan Terorisme di Hotel Horison Forbis, Cilegon, Kamis (2/8).
Sikap MUI Jabar ini didukung oleh MUI Pusat. Sebab, pihaknya khawatir gerakan itu menimbulkan konflik di tengah panasnya suhu politik saat ini.
"Kami mendukung imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar agar deklarasi tagar #2019GantiPresiden tidak digelar di Jabar," kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi lewat keterangannya, Rabu (1/8).
Zainut mengakui semua orang bisa menyalurkan aspirasinya, termasuk gerakan #2019GantiPresiden. Namun gerakan tersebut, kata Zainut, seharusnya dilakukan saat memasuki masa kampanye Pemilu 2019.
Partai politik berbeda pandangan menyikapi penolakan itu. DPD PDIP Jabar mendukung MUI Jabar karena gerakan itu dinilai memang bisa memicu konflik.
"Cara-cara konstitusional harusnya lebih dikedepankan. Cara-cara barbar harus ditinggalkan. Cara itu (gerakan #2019GantiPresiden) dilakukan, lalu kemudian kubu kami menggunakan pola itu, yang dirugikan tentu masyarakat. Suasana akan tidak kondusif dan terjadi gesekan horizontal. Tentu itu tidak kita inginkan," kata Sekretaris DPD PDIP Jabar Abdy Yuhana saat dihubungi.
Sementara itu, Partai Gerindra mengingatkan MUI bahwa acara ini tak bisa dilarang dan punya landasan konstitusi. "Semuanya #2019GantiPresiden itu hak konstitusional. Itu diatur UUD '45, hak mengemukakan pendapat," ujar anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade.
Sementara itu, Ijtimak Ulama, yang merekomendasikan Prabowo Subianto-Ustaz Abdul Somad dan Prabowo-Salim Segaf Aljufri, juga jadi kontroversi. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel menolak rekomendasi itu dengan alasan ulama tidak bisa dibawa ke urusan politik pilpres.
"Ulama tidak bisa dibawa ke urusan politik itu (pilpres). Hal ini karena ulama adalah payung umat dan harus menjaga kerukunan," kata Sekretaris MUI Sulsel HM Renreng.
Ketua MUI Riau Prof DR HM Nazir Karim menegaskan, secara kelembagaan, MUI dilarang melakukan politik praktis. "Kan banyak segmen ulama, semuanya memanfaatkan ulama. Tapi kita juga tidak bisa melarang itu. Yang pasti, MUI tak ada yang melakukan hal seperti itu. Tidak boleh itu," katanya.
detik.com