Menjinakkan Islam Politik Hari Ini

Motivasi dan tujuan Islam politik tidak pernah tunggal. Di masa lalu, ia digunakan sebagai kendaraan melawan kolonial. Tetapi di masa kini, ia tak lebih dari aspirasi politis umumnya.

Islam politik adalah arus yang sulit dijinakkan. Sejak era kolonial hingga sekarang, berbagai strategi telah diambil untuk memastikan keberadaan mereka tidak mengancam. Belajar dari sejarah, cukup pasti mereka tidak bisa disingkirkan.

Kenyataannya, Islam politik lebih mampu bertahan daripada komunisme. Sementara yang terakhir ini telah dihancurkan hingga ke akar-akarnya, yang pertama tetap menjalar ke dalam sendi-sendi masyarakat yang frustrasi. Kekecewaan terhadap ketidakadilan adalah rumput kering yang mudah dibakar agar api Islam politik terus berkobar.

Akan tetapi, motivasi dan tujuan Islam politik tidak pernah tunggal. Di masa lalu, ia digunakan sebagai kendaraan melawan kolonial. Tetapi di masa kini, ia tak lebih dari aspirasi politis umumnya.

Di era Jokowi, Islam politik bahkan lebih lacur lagi: ia dimanfaatkan sebagai saluran untuk menjungkalkan pemerintahan yang sah.

Dalam konteks hari ini, wakil terkuat Islam politik siapa lagi kalau bukan Rizieq Shihab. Nama dan pengaruhnya melambung sejak aksi 212. Seolah-olah berkat dialah 7 juta orang bisa berkumpul di lapangan Monas.

Jangan lupa sejak Reformasi dia bebas bergerak mempropagandakan pemikirannya yang sangat keras, termasuk di media sosial. Dari proses panjang ini dia berani menampilkan dirinya sebagai pahlawan Islam.

Jokowi tentu memahami dilema ini. Oleh karena itu, tidak mudah juga baginya untuk memulangkan paksa Rizieq Shihab yang kabur ke tanah Haram. Apalagi jika mengingat yang bersangkutan terus-menerus didekati oleh para tokoh oposisi agar menggunakan pengaruhnya demi kepentingan elektoral.

Meski demikian, Jokowi pun harus berhati-hati dengan keputusannya. Jika SP3 terhadap Rizieq Shihab sungguh terjadi, maka dukungan dari pendukung fanatisnya bisa berkurang. Mereka mempertanyakan sejauh mana komitmen Jokowi terhadap penegakan hukum dilaksanakan. Berbeda dengan para kampret yang manutan, para kecebong adalah kaum yang mutungan.

Jangan lupa juga suara Islam bukan hanya Islam politik. Mereka kecil tetapi berisik. Di luar mereka, terdapat kaum Muslim kebanyakan yang sejatinya tidak suka dengan gaya Rizieq Shihab yang kasar. Aspirasi kelompok yang terakhir ini, di bilik suara nanti, boleh jadi jauh lebih besar, tetapi sayangnya belum diolah oleh Jokowi secara maksimal.

www.nalarpolitik | Amin Mudzakkir