NU Garis Lurus dan Kesombongan Kultural

Tak ada orang yang lebih sombong dari orang yang mengklaim dirinya paling lurus. NU Garis Lurus, kini justru telah dimanfaatkan oleh simpatisan Wahabi, aktivis HTI, untuk mengail di air keruh. Mereka secara terstruktur dan massif terus menyerang NU, mendelegitimasi kepemimpinan yang sah, sembari mengklaim sebagai pengikut barisan NUGL.

NU Garis Lurus (NUGL) dan Kesombongan Kultural
Habib Lutfi juga pernah menjelaskan bahwa jikalau tidak ada NU Mbah Hasyim, tidak ada NU Gus Dur, inilah cara-cara untuk menghancurkan NU. Berikut cuplikan video beliau dengan judul “Sindiran keras dari Habib Lutfi bin Yahya kepada kelompok yang ngaku NUGL (NU Garis Lurus)”.

Ada tulisan menarik di akun fanpage santrimilenialofficial tentang sepak terjang NUGL (NU Garis lurus), berikut ulasannya:

“Hanya satu yang aku tahu, bahwa aku tidak tahu apa-apa”, kata Socrates.

Apa makna dari kalimat diatas? Tak lain dan tak bukan, itulah wujud sikap rendah hati. Meski dia orang yang tahu, tapi merasa tidak perlu menganggap dirinya paling tahu. Tidak pernah ada orang yang lurus mengklaim dirinya paling lurus, seraya menuduh orang lain tidak lurus dan berada di jalan kebathilan.

Jika ada yang seperti itu, maka sudah cukup menjadi alasan bahwa orang tersebut bukan orang yang lurus. Jika ada orang merasa ber-NU di Garis Lurus (NUGL), maka secara implisit ia telah menuduh bahwa di luar dirinya adalah tidak lurus.

Seraya berkhutbah bahwa ia pengikut NU Mbah Hasyim Asy’ari, dan bukan pengikut NU Gus Dur, apalagi NU Kyai Said Aqil Siradj, maka sejatinya ia telah merobohkan tiang NU, seperti sekumpulan rayap yang terus menggerogoti tiang-tiang rumah.

NU didirikan atas istikharah syaikhona Kyai Kholil Bangkalan, melalui ijtihad Hadrayus Sheikh Kyai Hasyim Asy’ari, Kyai Wahab Hasbullah, Kyai Bisri Syamsuri, lalu bagaimana mungkin, orang-orang yang mengaku mencintai NU, tapi tindakannya justru membuat sekat dan memecah belah NU?

Tak ada orang yang lebih sombong dari orang yang mengklaim dirinya paling lurus.

Sudah seberapa besarkah khidmad pengabdian yang kau berikan untuk NU? Sudah seberapa banyakkah harta, tenaga dan pikiran yang kau berikan untuk mengurus lembaga-lembaga Maarif, masjid-masjid, dan pengajian di lingkungan warga NU? Sudah sejauh manakah kontribusi yang kau sumbangkan untuk membangun dan merawat warga NU?

Jika semua yang kau berikan hanyalah sebesar ujung kuku, maka tak usah merasa menjadi pihak paling penting dan paling bertanggung jawab atas keberlangsungan NU.

Jika kau tidak sependapat pola kepemimpinan Kyai Said, bukankah telah disediakan mekanisme paling elegan untuk mengungkapkan ketidaksepahaman tersebut?

Muktamar adalah mekanisme legal dan bermartabat yang telah menjadi konsensus oranganisasi. Atau setidak-tidaknya, dpt pula ditempuh Muktamar Luar Biasa untuk “mengadili” atau bahkan melengserkan” kepemimpinan yang sah.

Jika kau merasa tidak mampu, dan pasti tidak akan pernah mampu, maka sadarilah, bahwa kau memang “bukan apa-apa” dan “bukan siapa-siapa” di dlm NU.

Jika kau merasa sudah tidak nyaman dengan pola konsensus oranganisasi, maka lebih baik keluar dari NU dan dirikan lah oranganisasi baru tanpa harus membawa embel-embel nama NU. Perjuangkan lah “garis lurus” yang kau yakini lurus itu. Disana, kau bebas berjihad, berjuang, dan mengabdi, tanpa ada pihak lain yang menghadangnya.

Buktikan..! Buktikan bahwa kau bukan sekedar “anak bawang”, bukun sekedar “besar pasak daripada tiang”.

Puluhan juta warga Nahdliyyin yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara, mereka menaruh harapan besar atas kepemimpinan Kyai Said, agar NU terus maju, berkembang pesat, dan bisa melebarkan sayap kiprahnya lebih luas, bkn hanya di level nasional, tapi juga di dunia internasional.

Maka, jalan yang kau anggap lurus itu, sejatinya adalah jalan bengkok. Baginda Nabi SAW dalam Sahih Muslim bersabda, “Barangsiapa memecah belah jamaah lalu dia mati, maka dia mati dlm keadaan jahiliah“.

Sadarilah, NUGL adalah sebuah kesombongan kultural, karena boleh jadi, kau adalah “raja” kecil di lingkungan struktur sosial dan kultural komunitas tempat kau berpijak.

Tapi NUGL, kini telah dimanfaatkan oleh simpatisan Wahabi, aktivis HTI, untuk mengail di air keruh. Mereka secara terstruktur dan massif terus menyerang NU, mendelegitimasi kepemimpinan yang sah, sembari mengklaim sebagai pengikut barisan NUGL.

Dinamika pemikiran di NU itu memang tidak homogen. Ada yang cenderung konservatif, yang umumnya berlatar belakang pesantren dan pendidikan timur tengah. Tapi ada juga yang dinamis-progresif. Mereka adalah berlatar belakang pendidikan pesantren, lalu bersentuhan dengan pendidikan modern.

Maka, terjadilah sintesa pemikiran khazanah Islam klasik bertemu dengan filsafat kritis dan teori sosial modern. Karena itu, dinamika pemikiran itu harus dilihat sbg nilai lebih, yang dpt memperkaya perkembangan khazanah pemikiran di dlm NU. Jadi, stop NUGL. Belajarlah untuk menjam’iyyah.