Dalam Al Qur'an Surat Ali Imran Allah SWT. berfirman:
"...Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada..." (QS. Ali Imran: 140).
Penggalan ayat suci Alquran tersebut seakan menegaskan bahwa kehidupan manusia ibarat roda yang terus berputar. Kegembiraan dan kesedihan datang silih berganti menghiasi hari-hari yang kita lalui. Sebagian dari kita merasa bahagia dengan nikmat yang sedang diterima dan sebagian lainnya dituntut untuk memperbanyak sabar dan istighfar atas musibah yang sedang menerpa.
Namun demikian, kondisi tersebut tidaklah abadi melainkan dapat berubah sesuai kehendak Sang Pencipta. Disinilah Allah SWT menggambarkan kekuasaan-Nya sekaligus mengajarkan manusia untuk selalu bersyukur dan bersabar dalam menghadapi nikmat ataupun musibah yang sedang dihadapi.
Ketidaktahuan kita selaku manusia pada gambaran masa depan, terkadang membuat diri merasakan kekhawatiran yang berlebihan. Jika kita lebih dalam menyelami Al Quran, sesungguhnya rasa takut dan khawatir itu tak seharusnya muncul.
Allah SWT telah ‘membocorkan’ sedikit rahasia-Nya kepada manusia agar tetap tegar dalam menghadapi kehidupan. Allah SWT berfirman:
"Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” (QS. Ghafir: 60).
Doa merupakan senjata yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman dalam menghadapi seluruh permasalahan kehidupan. Namun demikian, tidak sedikit dari kita yang tidak sabar dalam menunggu terkabulnya doa-doa yang telah dipanjatkan.
Padahal, Rasulullah SAW, telah menjelaskan dalam sebuah Hadits bahwa
"Tidaklah seorang muslim yang berdoa dengan doa yang tidak mengandung dosa dan tidak untuk memutus tali kekeluargaan, kecuali Allah akan memberinya tiga kemungkinan: Doanya akan segera dikabulkan, atau akan ditunda sampai di akhirat, atau ia akan dijauhkan dari keburukan yang semisal." (HR. Ahmad).
Subhanallah, tiga kemungkinan dalam Hadits tersebut semuanya mengandung kebaikan dan pada hakikatnya, tidak ada yang mengetahui hal terbaik bagi manusia kecuali Allah Swt. Hal ini dapat kita analogikan dengan kondisi pengamen yang sedang mencari nafkah di jalanan atau warung-warung kaki lima.
Pengamen pertama baru memetik senar gitarnya dan melantunkan satu bait dari lagu yang didendangkan, saat itu juga kita langsung memberikan selembar uang kepadanya. Sedangkan pengamen kedua, harus rela berkeringat menarik suaranya guna menyelesaikan satu buah lagu bahkan lebih dan barulah kita memberinya uang yang diharapkan.
Dalam kasus pengamen pertama terdapat dua kemungkinan: a) kita merasa kasihan kepada sang pengamen sehingga kita mengambil sikap untuk segera membantunya, dan b) kita merasa terganggu dengan kebisingan yang dirasa sehingga kita memutuskan untuk segera menghentikan ketidaknyamanan tersebut.
Begitu juga dengan doa, bisa jadi Allah SWT menganggap kita sebagai hamba yang taat lagi membutuhkan serta doa yang kita panjatkan dinilai telah memenuhi adab dan syarat dikabulkannya sebuah doa, maka Allah kabulkan permintaan kita dengan segera. Akan tetapi, boleh jadi Allah Swt merasa ‘bising’ dengan permintaan-permintaan kita yang kadang bersifat memaksa.
Dalam kondisi ini, Allah SWT kabulkan doa kita dan biarkan kita terbuai dengan kenikmatan sembari tetap melanggar larangan-larangan yang telah ditetapkan. Inilah yang disebut oleh para ulama dengan istidraj.
Sedangkan pada kasus pengamen kedua, kemungkinan besar kita menikmati suara dan lantunan lagu yang dinyanyikan sehingga kita memintanya untuk menuntaskan lagu tersebut dan pada akhirnya memberikan upah dengan nominal yang lebih besar dari yang diminta.
Begitu juga dengan doa, tidak kunjung dikabulkannya doa yang kita panjatkan bukan berarti Allah SWT tidak mendengar dan menjawab doa kita tersebut, melainkan boleh jadi karena Allah Swt begitu sayang dan rindu akan munajat serta doa yang kita panjatkan di sela-sela tangis pada saat melakukan shalat malam dan ibadah-ibadah lainnya. Walhasil, Allah Swt mengabulkan doa kita lebih dari yang kita inginkan baik itu di dunia maupun di akhirat. Maka, yakinlah bahwa skenario Allah Swt itu indah.
Pada akhirnya, selaku hamba, kita dituntut untuk terus berdoa baik dalam suka maupun duka. Selain itu, kita juga tidak semestinya memaksa agar Allah Swt mengabulkan doa kita atau bahkan berburuk sangka kepada-Nya. Dalam sebuah Hadits Qudsi, Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt. berfirman: Sesungguhnya Aku mengikuti sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku dan Aku bersamanya apabila dia memanggil-Ku. (HR. Tirmizi).
*) Abu Nashar Bukhari, Lc. Merupakan penerima manfaat Al -Azhar Scholarship Dompet Dhuafa lulusan dari Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Saat ini sedang menyelesaikan tesis di program Pasca Sarjana Universitas Al-Azhar.
republika.co.id