"Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya qurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih qurban"" (HR. Tirmidzi)
Menurut riwayat sejarah dalam ajaran Islam ibadah qurban pertama kali ada dan dilaksanakan adalah pada masa Nabi Adam As. Yang dilakukan oleh kedua putranya yakni Qabil dan Habil.
Keturunan Adam AS. yang lahir selalu kembar, diantaranya yakni Qabil dengan Iqlima dan Habil dengan Lubada. Maka Allah Ta'ala memerintahkan kepada nabi Adam As. untuk menikahkan anak-anaknya dengan cara bersilang. Yakni Qabil akan dinikahkan dengan saudari kembar Habil (Lubada), begitupun sebaliknya.
Namun karena Qabil menolak perintah tersebut, dengan alasan dia bersikukuh ingin dinikahkan dengan saudari kembarnya sendiri yakini Iqlima yang lebih cantik dari Lubada. Maka sesuai peritah Allah Ta'ala, Adam memerintahkan mereka berdua untuk melakukan upacara qurban. Dengan ketentuan bahwa qurban yang diterima maka dialah berhak akan dinikahkan dengan Iqlima.
Dengan hati yang terpaksa Qabil menyerahkan hasil kebunnya berupa buah-buahan dan sayur mayur. Sedangkan Habil dengan hati yang ikhlas dan penuh kepasrahan menyerahkan hasil ternaknya seekor domba.
Alhasil, Allah Ta'ala lebih memilih qurban yang merupakan harta Habil yang paling berharga dan diserahkan dengan penuh hati yang ikhlas. Sementara qurban Qabil yang diserahkan dengan hati terpaksa membuat qurbannya tidak bernilai di mata Allah Ta'ala. Habil lebih memahami tujuan dari ritual kurban tersebut adalah untuk memperoleh ridho Allah dengan dan kepasrahan kita sebagai hamba kepada sang khaliq Allah 'Azza wa Jalla.
Begitu juga pengurbanan Ibrahim AS, Ia harus menyerahkan putra satu-satunya yang mengisi hidupnya, menjadi inspirasi dan kekuatannya dalam berdakwah dalam menyampaikan ajaran yang hanif, untuk menunaikan perintah Allah Ta'ala.
Bagaimana mungkin Ibrahim AS akan mengurbankan buah hatinya, Ismail, dengan cara yang paling menyedihkan? Namun keteguhan hati Ibrahim, membuat pertanyaan itu menjadi tidak berarti. Hanya kecintaan, kepasrahan dan ketaqwaan Ibrahim kepada Allah 'Azza wa Jalla. Ia begitu yakin akan melaksanakan perintah tersebut.
Habil putra Adam AS dan Ibrahim AS memiliki kisah yang sama atas pengorbanan yang ekstrim sebagai peringatan seluruh umat muslim dalam mewujudkan serta mendapatkan cinta dari Allah Ta'ala.
Di sini jelas bahwa ritual Qurban atau korban adalah wujud kedekatan yang sangat dekat, seorang makhluk kepada Khaliq-nya, sekaligus pembuktian dari ikrarnya: "Qul inna shalaati wa nusukii wamahyaaya mamaati lillahi Rabbil 'aalamiin" (sungguh shalatku, pengorbananku, hidup dan matiku adalah milik Allah, Tuhan seluruh alam).
Qurban adalah cara Allah Ta'ala menguji kita untuk menjawab bahwa apa dan siapa dan sebenarnya yang menjadi orientasi atau tujuan hidup manusia. Apakah harta yang paling berharga atau kecintaan kepada Allah Ta' ala, dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi yang dilarang-Nya?
Qurban dan Persaudaraan Umat Muslim
Berat sekali ujian keimanan pada kehidupan seperti sekarang ini, pragmatisme menjadi fenomena sehari-hari. Merosotnya nilai-nilai Islam dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kalau dalam masyarakat, suara dan jeritan kaum fakir miskin dan rakyat jelata tampaknya semakin hari semakin terbaikan.
Mata hati kita mulai kabur dan hanya mampu melihat kehidupan yang gemerlap dengan kemewahan. Bahkan logika kita pun sudah tak sanggup memilah yang benar di antara yang salah. Segala sesuatu yang kita perbuat hanya untuk kepentingan kita sendiri dan kepedulian kita terhadap sesama pun sudah makin pudar.
Di perayaan Idul Adha saat ini, hendaknya menjadikan kita kembali kepada syariat untuk pensucian jiwa, membersihkan kotoran yang ada pada hati kita, sifat-sifat ananiyah atau individualistis dibersihkan melalui ibadah haji dan menyembelih kurban. Pesan tersirat dari dalam akhir kisah Ibrahim adalah ajaran Islam yang begitu menghargai betapa pentingnya nyawa manusia.
Kepedulian sosial kita kepada sesama umat manusia melalui penyebarluasan daging kurban, hendaknya bukan hanya sekadar ritual semata, tetapi terealisasi dalam silahturahmi, hubungan persaudaraan sejati yang kita jalin antar sesama muslim. Rasa solidaritas sosial yang menjembatani kesenjangan sosial, apalagi dalam situasi yang tidak menguntungkan.
Dengan Qurban pun Allah Ta'ala mengajarkan kepada kita apakah kita memiliki kepedulian hanya untuk diri sendiri atau berbagi sesama makhluk ciptaan-Nya. Bukan hanya turut merasakan penderitaan mereka yang tertimpa ketidak beruntungan, tidak juga hanya berbagi sepotong daging qurban. Tetapi lebih dari itu, memberi kesempatan untuk meraih apa yang menjadi harapan mereka di masa mendatang.
jumrahonline