,

Reuni PA 212: Antara Kekesalan FPI dan Kemarahan HTI

Planning reuni alumni 212 jadi pembahasan di bulan Maulid kali ini. Dengar-dengar Maulid Nabi jadi cover kultural bagi hajatan PA 212 di Monas yang telah jadi rahasia umum beraroma politik.

Reuni PA 212: Antara Kekesalan FPI dan Kemarahan HTI
Lazimnya warning Maulid digelar di masjid-masjid, majlis taklim, pesantren, sekolah, madrasah dan kantor-kantor berisi pembacaan shalawat, tausiyah dan do’a tanpa orasi politik.

Komponen Inti PA 212 tinggal FPI. Ormas-ormas yang lain merasa PA 212 telah tidak relevan. Karena, argumentasi keberadaan aksi 212, menghukum penista agama, telah hilang. Ahok sendiri nyaris merampungkan masa tahanannya. 1 per 1 aktor aksi 212 mengundurkan diri dari PA 212.

Naas sungguh Habib Rizieq Shihab (HRS) pemimpin spiritual aksi 212 malah terjerat Perkara hukum. Yang lebih menyakitkan sebab Perkara hukum kali ini terkait human error dirinya yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan Islam dan kaum muslimin. Ummat menyesali mengapa HRS lari ke Arab Saudi. Dimana kekesatriaan, kepahlawanan dan nyali HRS?

Kepergian HRS Adalah kebangkrutan besar bagi FPI. Ketidakhadiran fisik HRS di tengah jemaah FPI sedikit beberapa mengendorkan antusias juang mereka. hubungan antara pengurus FPI dengan HRS tetap dapat berjalan tapi dengan tambahan ongkos yang lumayan. Baik ongkos telekomunikasi maupun transportasi dan akomodasi dari Jakarta ke Mekkah.

Adapun sikap pemerintah Joko Widodo telah terang, Perkara hukum HRS dijalankan dengan proses hukum. Jalur politik tertutup rapat untuk Perkara HRS. Hal-hal ini membikin FPI kesal. Presiden Joko Widodo lalu jadi sasaran _bully?. Dituduh PKI, melaksanakan kriminalisasi ulama, dsb. Pilihannya Joko Widodo cukup sampai 2019 jadi Presiden kalau tidak artinya HRS dapat sampai 2024 tinggal di Arab Saudi.

FPI terus menyerbu pemerintahan Joko Widodo. FPI butuh isu-isu sensitif untuk itu. Telah barang tentu isu-isu yang dapat memancing emosi ummat Islam. Seperti memperoleh durian jatuh, Perkara pembakaran bendera HTI di Garut langsung disamber FPI. FPI bersih kukuh menjelaskan bendera itu bendera tauhid.

Nyaris-hampir FPI jadi “Juru Bicara” HTI. HTI sendiri sesungguhnya punya catatan negatif tatkala Bergabung dengan FPI. FPI pun ingat akan pengkhianatan HTI. Kepentingan FPI pada Perkara pembakaran HTI bukan rangka membela HTI melainkan untuk dijadikan isu yang dapat membakar emosi ummat, mendeskreditkan pemerintah yang disokong NU, Ansor dan Banser.

FPI dan HTI bersekutu sementara sebab berhadapan dengan musuh bareng, pemerintah Joko Widodo. HTI marah besar dengan Joko Widodo yang mencabut badan hukum organisasi mereka. Pencabutan badan hukum ini memukul HTI ke belakang seperti awal mula mereka berdakwah. 30 tahun dakwah HTI jadi sia-sia. Saat ini mereka kembali ke hukum asal selaku organisasi terlarang. Dicegah mempergunakan nama dan atribut HTI di ruang publik. Dicegah menyerukan Khilafah di muka umum.

Resonansi isu Perkara pembakaran bendera HTI kian melemah. 2 orang pelaku pembakaran pun sudah menerima hukuman dengan pasrah. kecelakaan itu membuka beberapa hikmah. Khususnya untuk menyingkap dan mengungkap pola HTI dalam ber-siyasah. Ternyata tanzhim HTI masih aktif. Sel-sel halaqah mereka masih hidup. Lone Wolf HTI sesekali muncul di media sosial. Ternyata HTI tanpa badan hukum lebih berbahaya.

Melalui reuni 212, FPI dan HTI mau membuka kembali polemik bendera HTI atau bendera tauhid?. Sejujurnya polemik bendera punya tujuan politis. Hendak membikin gaduh, memancing kericuhan, memicu kerusuhan dan berspekulasi akan terjadinya gesekan-gesekan politik di tingkat elit. Seandainya polemik itu bersifat ilmiah-syar’iyah pasti FPI dan HTI akan membahasnya secara tertutup dan terbatas dengan para ahli khususnya ahli syariah, sirah, tarikh, semiotika dan hermeneutika.

FPI dan HTI paham jika bendera produk budaya. Bendera bukan nash. Perkara bendera tidak termasuk pembicaraan aqidah dan pokok-pokok syariah. Pemaknaan suatu bendera ditetapkan oleh kesepatan masarakat (konvensi sosial). Kalau kebanyakan ummat Islam setuju bendera yang dibakar di Garut itu bendera HTI, ya begitulah asosiasi nalar alamiah ummat tatkala menyaksikan bendera kelir hitam/putih yang di atasnya tertulis 2 kalimah syahadat dengan khath tsulusi sempurna dan tanda syakl yang senantiasa dibawa HTI pada acara/aktifitas legal mereka.

Bandung, 14 November 2018

Ayik Heriansyah

ltnnujabar.or.id - suaraislam