Saban hari selama di Jakarta, tak kurang dari lima lokasi disambangi TGB. Undangan kian menggunung setelah awal Juli ini ia ‘go public’ mendukung Jokowi dua periode. TGB pun lompat dari satu kantor media ke media lain macam roadshow guna menjelaskan pandangan politiknya itu.
Belum lagi acara seminar dan silaturahmi dengan ulama dan tokoh nasional yang tiada henti. Dari petinggi Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, sampai Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ia temui untuk berbincang dan tukar pikiran. Semua kesibukan itu dapat dilihat di akun Instagram TGB yang tampak dikelola kian profesional.
Maka sore itu, Kamis (12/7), TGB sungguh penat. Kedua asistennya mengerti betul. “Bapak lapar, belum makan. Dari tadi bilang lagi pengin bakso,” ujar salah seorang staf sebelum mobil TGB meluncur menuju restoran bakso di dekat Gedung DPR RI.
Jakarta tak asing buat TGB. Ulama peraih gelar doktor dari Universitas Al-Azhar Kairo itu pernah menjadi anggota DPR RI dari Partai Bulan Bintang pada 2004-2008, sebelum menjabat sebagai Gubernur NTB selama dua periode dan berpindah ke Partai Demokrat.
TGB menyedot perhatian publik gara-gara tanpa tedeng aling-aling menegaskan dukungannya kepada Jokowi. Padahal, Jokowilah yang ia lawan pada Pemilu 2014 kala dia menjabat Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta di NTB, tanah kelahirannya.
Ketika itu, di bawah komando TGB, Prabowo meraup perolehan suara mayoritas di NTB sebesar 72,45 persen. Angka tinggi ini berbanding terbalik dengan Jokowi yang hanya mampu menghimpun 27,55 persen, membuat NTB menjadi salah satu provinsi tempat Jokowi menderita kekalahan besar tahun 2014.
Kemenangan telak Prabowo di NTB tak pelak membuat TGB dipuji Sandiaga Uno, Ketua Tim Pemenangan Pemilu Presiden 2019 Gerindra. Sandi menyebut TGB seorang ahli strategi. Itu pula yang membuat Sandi yakin, keputusan TGB menyeberang ke Jokowi adalah bagian dari strateginya menjelang Pemilu 2019.
TGB bukan sembarang orang. Lelaki bernama lengkap Tuan Guru Haji Muhammad Zainul Majdi itu birokrat yang andal mengelola pemerintahan (berdasarkan catatan relawan, tak kurang dari 400 penghargaan ia sabet selama memimpin NTB), ulama yang punya massa akar rumput, sekaligus politikus yang luwes lagi lihai.
Memegang jabatan Gubernur NTB selama dua periode, memiliki kursi di Majelis Tinggi Partai Demokrat, dan masuk bursa capres-cawapres di berbagai survei politik, setidaknya menjadi indikasi ketokohan TGB yang cukup penting.
Itu masih dilengkapi garis keturunannya sebagai cucu dari pahlawan nasional dan ulama besar Lombok, Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. TGH Abdul Madjid mendirikan ormas Islam berpengaruh di NTB, Nahdlatul Wathan, yang kini dipimpin TGB.
TGB dan Sepak Terjangnya di NTB
Saking populernya TGB di NTB, bila undang-undang tak membatasi periode jabatan kepala daerah, lelaki kelahiran Lombok Timur 46 tahun lalu itu diyakini akan kembali memenangi Pemilihan Gubernur. Terlebih, Nahdlatul Wathan punya jaringan hingga pelosok pulau.
“Nahdlatul Wathan adalah Nahdlatul Ulama-nya NTB. Dalam diri TGB terangkum karisma seorang ulama pewaris NW dengan capaian impresif selama dua kali memimpin NTB,” kata Ilyas Yasin, pengamat politik STKIP Yapis Dompu, kepada wartawan, Selasa (10/7).
Suruji, Bendahara Nahdlatul Wathan, mengiyakan. Menurutnya, Jumat (13/7), “TGB adalah figur ulama tanpa cela. Tidak pernah sekali pun, satu kata pun, menjelekkan dan menyalahkan orang.”
Karisma dan pengaruh TGB di NTB terlihat dari kemenangan kakaknya, Sitti Rohmi Djalilah, dalam Pilgub 2018. Rohmi diajukan Nahdlatul Wathan. Ia digandeng politikus PKS Zulkieflimansyah sebagai calon wakil gubernur, dengan PKS dan Demokrat sebagai mesin politik di belakang mereka.
Zulkieflimansyah-Rohmi mengusung jargon “Melanjutkan Ikhtiar TGB”, dan meraup untung karena dikampanyekan langsung oleh TGB.
NTB di luar jangkauan Jokowi. Perolehan suara 27,55 persen pada Pemilu 2014 membuat provinsi itu masuk prioritas untuk ‘diamankan’. Jokowi delapan kali mengunjungi NTB untuk menggenjot pembangunan infrastruktur di wilayah itu.
Untuk mengembangkan kawasan pariwisata dan mendorong pertumbuhan ekonomi NTB, pemerintah pusat mengambil alih pengerjaan 300 kilometer jalan provinsi di sana, dan mengubah statusnya menjadi jalan nasional.
Dukungan pemerintah pusat juga diperlukan NTB untuk mengembangkan tiga kawasan strategis mereka, yakni Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika yang masuk ke dalam program prioritas nasional, kawasan Samota (Teluk Saleh, Pulau Moyo, Gunung Tambora), dan Global Hub Bandar Kayangan.
Berkat sokongan pemerintah pusat, perekonomian NTB tumbuh 7,1 persen tanpa sektor tambang. TGB yakin pembangunan nasional akan semakin optimal bila Jokowi memimpin dua periode.
Hubungan baik pun terjalin antara Jokowi dan TGB. Dalam diskusi ‘Capaian 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK’ yang dihadiri Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Universitas Mataram, Jumat (9/3), seperti dikutip dari Antara, TGB berterima kasih kepada pemerintah pusat “atas segala macam bentuk dukungan pembangunan kepada NTB sehingga NTB memiliki kemantapan infrastruktur tinggi.”
Kunjungan Moeldoko ke NTB Maret itu untuk mengevaluasi pencapaian pembangunan pemerintah pusat di provinsi berpenduduk sekitar 4,7 juta jiwa tersebut. Dalam lawatan itu, Moeldoko juga menyambangi sejumlah pondok pesantren di NTB untuk menghimpun saran dari santri-santri.
Meski TGB membuat riuh jagat politik, Jokowi kini bisa tenang. NTB yang semula di luar jangkauannya, telah tergenggam.
Jokowi bahkan bisa mendapat keuntungan berlipat ganda karena sosok TGB dekat dengan kalangan Islam. Pun bila jumlah pemilih di NTB terhitung kecil (3,5 juta dari total pemilih nasional 196,5 juta orang), Jokowi tetap beroleh durian runtuh.
“Dukungan TGB bisa mengoreksi pandangan anti-Islam yang terus dilekatkan lawan kepada sosok Jokowi. Apalagi TGB selama ini menjadi salah satu ikon lawan politik Jokowi,” kata Ketua Umum PPP M. Romahurmuziy kepada wartawan, Rabu (11/7).
TGB dianggap ada di seberang Jokowi karena, misalnya, ia terlihat bersama massa Aksi 411 di Jakarta pada 4 November 2016. Aksi tersebut memprotes Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang dituding menghina agama Islam.
Tak heran nama TGB masuk dalam daftar tokoh yang direkomendasikan Persaudaraan Alumni 212 sebagai calon presiden 2019--sebelum kemudian dicoret karena PA 212 berang oleh keputusannya menyeberang.
“TGB masuk dalam perangkap dan melucuti keulamaannya dengan alasan mendukung pembangunan. Padahal semua presiden juga membangun, bahkan Firaun membangun lebih hebat. Jadi kalau TGB hidup di zaman Firaun, jelas dia ikut kepada Firaun, bukan Nabi Musa,” kata Habib Novel Bamukmin, Juru Bicara PA 12, melontarkan tudingan pedas.
TGB bergeming. Menurut sahabat kental Ustaz Abdul Somad itu, stigma antiumat yang melekat pada Jokowi perlu diluruskan.
“Anggapan tidak pro-umat harus datang dalam satu batu uji, yakni bagaimana faktanya. Kenyataannya, program-program pemberdayaan ekonomi umat sedang intensif dijalankan dengan membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah dan menginisiasi bank mikro di pesantren-pesantren,” kata TGB
Soal pesantren juga jadi catatan TGB. “Mungkin belum pernah ada presiden yang mengunjungi pesantren sebanyak Joko Widodo, baik sebelum maupun sesudah menjadi presiden. Ini menunjukkan beliau suka bersilaturahim dengan umat,” ujarnya.
Diam-diam, dukungan TGB kepada Jokowi telah ia sampaikan secara pribadi kepada sang Presiden beberapa waktu lalu, sebelum ia mengeluarkan pernyataan terbuka ke publik.
“Semakin ke sini, saya merasa harus menyampaikan secara terbuka posisi saya sebagai pendukung Presiden Joko Widodo, untuk menghilangkan anggapan bahwa ia tidak ramah kepada umat. Ini sangat penting karena rakyat Indonesia 85 persen Muslim,” kata TGB.
TGB--yang telah memiliki relawan di seluruh provinsi--siap membantu Tim Pemenangan Jokowi, dan berharap dukungannya dapat memperbesar basis suara untuk Jokowi pada Pilpres 2019. Ia sadar pilihannya berpotensi diikuti massa akar rumput di NTB.
“Saya yakin persepsi dan penerimaan masyarakat NTB (terhadap Jokowi) sudah jauh meningkat, terutama karena perhatian Bapak Presiden ke NTB yang sangat tinggi.”
Kerap terpojok oleh sentimen keagamaan, Jokowi akhirnya mendapat sekutu kuat dari sosok TGB.
Selama ini pun TGB bukannya tak membantu. Sebagai gubernur sekaligus ulama, ia dapat dengan luwes menyampaikan gagasan soal pemerintahan dan pembangunan dalam dakwahnya yang tak cuma berkitar di NTB, tapi juga Sumatera, Jawa, hingga Sulawesi.
“Saya bisa menggunakan majelis-majelis pengajian untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan. Saya juga bisa mengisi pertemuan-pertemuan dengan perangkat pemerintahan daerah dengan nilai-nilai spiritual yang baik,” tutur TGB.
TGB mengaku tak cemas bila nantinya sikap politik dia berseberangan dengan Demokrat yang hingga kini belum juga memutuskan hendak mengusung siapa di Pilpres 2019.
“Saya tetap pada keputusan saya, karena keputusan ini lahir dari banyak pertimbangan. Semua risiko harus dihadapi.”
Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang. Tuan Guru Bajang telah menimbang langkahnya menyeberang.
kumparan.com